Baru saja saya kembali ke rumah setelah lamanya berkelut dengan asap
polusi di tengah-tengah ibukota dan juga terjebak diantara kepadatan
lalu lintas di kota kelahiran saya ini Jakarta. Tidak bosan-bosan saya
mengkeluhkan tentang “
KEPADATAN” yang terjadi
di Ibukota. Entah itu kepadatan penduduk, kepadatan lalu lintas,
kepadatan penataan rumah dan bangunan, kepadatan sampah dan
kepadatan-kepadatan lainya. Jakarta masih belum bisa menjauhkan masalah
itu sebagai masalah pokok disetiap harinya. Mungkin Jakarta telah merasa
bangga dengan sloganya “kalo tidak macet, bukan Jakarta namanya” apakah
begitu? tidak dihabis pikir setiap hari saya berlalu lalang mengitari
Ibukota untuk melakukan aktivitas dan tanpa mengenal hari kepadatan itu
tidak pernah libur.
Kepadatan ini pada dasarnya didasari atas dasar keegoisan dan ketidak
pedulianya terhadap Jakarta. Mengapa saya bisa mengatakan seperti itu?
Berikut pendapat saya serta alasan saya dapat mengungkapi permasalahan
ini.
Keegoisan manusia yang ingin selalu memenuhi hasrat ketidak puasanya
selalu merajai pola berfikir masyarakat Jakarta. Masyarakat hanya
memikirkan bagaimana dirinya sendiri tanpa memperdulikan dampak dari
perilakunya terhadap masyarakat lain dan lingkungan. Bagaimana penataan
kota bisa teratur jika saja ada satu pihak terkait yang ikut tinggal
dalam suatu wilayah tersebut tidak ikut ambil tangan? Masyarakat selalu
menyepelekan hal kecil yang mereka pikir itu tidak akan merubah apa-apa.
Ambil contoh masalah sampah dan plastik.
Sampah? Masyarakat sering sekali dengan sengaja
tidak peduli dengan
sampah. Padahal dengan sangat jelas, dengan satu tindakan kecil yang
kita lakukan dampaknya sangat besar bagi lingkungan tempat ia tinggali.
Sudah tersebar luas slogan-slogan dimana membicarakan tentang sampah, di
koran, majalah, spanduk dijalan, didinding-dinding kota, diatas halte,
iklan tv, dan juga internet. Apa usaha tersebut juga belum membuka mata
hati masyarakat untuk mulai bergerak? Hanya mulai dari hal terkecil saja
dampaknya sudah besar bagaimana ia bisa berbuat yang lebih dan juga
mengajak orang lain untuk menanggulangi sampah dengan baik? Masyarakat
banyak menggrutu “gimana mau mulai orang lain aja masih masabodoh”.
Menunggu aksi orang lain dulu baru kita memulai dengan kata lain jika
tidak ada yang memulai, kita juga ikut tidak memulai apa-apa? SALAH
BESAR! Justru jika orang lain memulai, kita patut menjadi penggerak!.
Dulu saya akui memang saya termasuk kedalam masyarakat kelompok
“tidak peduli” tapi semenjak saya melihat banjir fenomenal tahunan di
Jakarta saya mulai berfikir. Apa yang sudah saya dan teman-teman saya
lakukan selama ini sehingga Jakarta seakan meluapkan emosinya dengan
tingkah kami yang tidak peduli dengan nyawa kota ini? Tidakah kalian
merasa banjir tersebut merupakan suatu teguran untuk bisa membenahi diri
ini lalu dapat memperbaiki kota untuk kedepanya?. Saya pun mulai dengan
hal kecil, mengantongi sampah jikalau saya belum menjumpai tempat
sampah sehingga membuat hal tersebut sebagai salah satu kebiasaan. Lalu
saya melanjutkan dengan mengurangi penggunaaan plastik dengan re-use dan
recycle. Banyak saya jumpai dikantin dan ditempat makan dilingkungan
saya biasa beraktivitas. Mereka membeli sesuatu dengan jumlah kecil
dengan tanpa bersalah minta plastik untuk membawanya.. Tidakah mereka
menyadari itu suatu perbuatan dimana akan memperbanyak volume sampah
plastik di Jakarta? seperti yang kalian tau, plastik susah mengurai dan
menyatu dengan tanah. Itu sebabnya mengapa plastik sangat tidak efisien
sebenarnya untuk dijadikan suatu alat membawa barang pelanjaan.
Seharusnya masyarakat peduli dengan lingkungan dan mengambil aksi dalam
hal ini. Dalam belanja belilah tas belanja yang bisa berulang digunakan.
Gunakan lah kertas khusus makanan disaat membeli makanan dalam jumlah
kecil. Dengan itu, kalian sudah bisa membantu Jakarta berkembang tanpa
kepadatan sampah.
Menurut saya dalam hal ini gaya hidup manusia juga termasuk kedalam
penyebab mengapa kepadatan di Indonesia bertambah setiap tahunya. Dalam
era yang serba praktis dan serba modern ini manusia banyak yang manja
dan maunya mementingkan diri sendiri. Apa yang dimaksud manja? begini,
saya pernah mengamati suatu rumah yang dimana ditempati 5 anggota
keluarga dan kelimanya memiliki mobil pribadi masing-masing satu.
Maksudnya begini, untuk apasih punya 5? ini memang mungkin bukan urusan
saya tapi kalo dilihat lagi dari segi kepadatan lalu lintas, apa ini
tidak termasuk penyebab kepadatan lalu lintas? Jika saja ia tinggal
dilingkungan yang kepadatan lalu lintasnya rendah sih tidak masalah,
tapi ini dia tinggal di Jakarta. Jakarta setiap harinya saja kalo sudah
lewat dari jam 4, macet total dimana-mana apaiya individu didalamnya gak
mau berfikir dan buat perubahan?. Gunakanlah kendaraan umum, setidaknya
tidak akan memperbesar volume kepadatan lalu lintas di Jakarta. Ini
juga tugas pemerintah, menyediakan transportasi umum yang dapat
dimanfaatkan banyak orang. Contohnya, untuk anak sekolahan buatlah
bis-bis sekolah disetiap daerah dengan memiliki rute-rute yang sudah
diatur dan benahilah fasilitas transportasi umum dengan menambah tingkat
keamanan dan kenyamananya. Gausah mikir lah banyak mengeluarkan biaya
toh ini negara demokrasi, dari rakyat untuk rakyat daripada uang
disimpen-simpen malah dikorupsi lebih baik untuk membenahi
Jakartabukan? ? :).
Lalu dengan mementingkan diri sendiri, ini saya lebih menyindir
pembisnis yang ada di Jakarta ya bukan maksud menyinggung tetapi jika
saya melihat di Jakarta sedang banyak dibangun apartement disana-sini.
Saya pernah menanyakan kepada pihak kementrian PU yang kebetulan pernah
datang ke sekolah saya tentang pembangunan yang tidak terkontrol itu apa
telah mendapat izin langsung dari pemerintah untuk membangun bangunan
setelah melihat kurangnya resapan air yang ada di Jakarta setelah
terjadi fenomena banjir beberapa bulan lalu. Mereka bilang tentu saja
sudah tetapi dengan beberaapa syarat yang telah disetujui oleh pihak
pembangunan. Terus saya bertanya lagi, apa iya mereka sudah benar
menjalankan syarat-syarat yang diberikan pihak terkait untuk membangun
sebuah bangunan? Ya kembali lagi, kenakalan para pembisnis yang inginya
menang sendiri. Tanpa memperdulikan lingkungan ia lupa, tanah yang
dimilikinya itu juga butuh vitamin. Cobalah menjadi seorang pembisnis
yang juga memperkaya keindahan dan kesehatan lingkunganya. Tanam lah
pohon di area bangunan, tanaman beneran jangan plastik. Rawatlah tanaman
itu apalagi bangunan yang menggunakan banyak kaca… PERLU BANGET
dikelilingi tumbuhan hijau biar mengurangi efek rumah kaca dan agar
lingkungan didaerah sekitar ikutan asri, udaranya sejuk dari tanaman itu
sendiri.
Saya sih hanya memberikan pendapat dan sedang mencoba membuat
perubahan sedini mungkin. Tidak bermaksud ingin menunjukkan gaya sok
peduli tapi hanya ingin menjalankan semangat untuk membenahi Jakarta.
Udah gak mau lagi hidup di Jakarta yang gini-gini aja. Emangnya untuk
membenahi Jakarta cuma tugas pemerintah aja? Kalo kita bisa kenapa kita
gak ikut serta? Membantu kinerja mereka juga bukan toh ini juga buat
kita buat kenyamanan lingkungan hidup kita.
Sadarkanlah dirimu dan mulai benahi Jakarta sebagaimana
semestinya. Buat mata orang asing mengubah pola pikir mereka tentang
Jakarta ibu kota yang ricuh polutan atau Jakarta yang riwet. Buatlah
usaha kalian sendiri mulai dari yang terkecil lalu menjadi kebiasaan dan
kalian bisa melakukan yang lebih dari itu.
AYO BUAT JAKARTA INDAH, IKUT SERTAKAN AKSIMU DALAM PEMBENAHAN JAKARTA BARU, JAKARTANYA ANAK MUDA!
Nadia
Gissma