Minggu, 09 Juni 2013

Petikan Jemari Kecil


Anak ini tidak jauh berbeda dengan Almirya yang ku temui di Rabu senja.
Iya berlalu-lalang di bisingnya Ibukota. Hanya demi sebungkus nasi yang ia akan makan bersama adik-adiknya.
Ia rela mengorbankan waktu sekolahnya demi mencari uang recehan.
Menurutnya mendapatkan uang recehan itu lebih penting daripada mendapatkan ilmu.
Kala itu angkutan yang ku tumpangi terjebak macet.. Ia terus saja berbolak-balik menuju ke satu mobil dan kemobil yang lain yang telah ia datangi. Dengan penuh harapan ia tanpa merasa tekanan dalam hidupnya memutari barisan mobil yang terjebak macet.
Petikan gitarnya masih tidak teratur dan dari cara berbicaranya pun anak ini sudah terlihat sangat sekali kurang di didik. Ia perlu seseorang untuk menggerakanya. Bukan menggerakanya ke jalan, tetapi ke bangku sekolah. Bukan hanya untuk sekedar belajar, tapi juga untuk mengubah pola pikirnya dengan mana yang lebih penting untuk sekolah dan mencari ilmu atau mengamen untuk uang receh...

Nadia Gissma

Selasa, 04 Juni 2013

Perihal Jakarta

          Baru saja saya kembali ke rumah setelah lamanya berkelut dengan asap polusi di tengah-tengah ibukota dan juga terjebak diantara kepadatan lalu lintas di kota kelahiran saya ini Jakarta. Tidak bosan-bosan saya mengkeluhkan tentang “KEPADATAN” yang terjadi di Ibukota. Entah itu kepadatan penduduk, kepadatan lalu lintas, kepadatan penataan rumah dan bangunan, kepadatan sampah dan kepadatan-kepadatan lainya. Jakarta masih belum bisa menjauhkan masalah itu sebagai masalah pokok disetiap harinya. Mungkin Jakarta telah merasa bangga dengan sloganya “kalo tidak macet, bukan Jakarta namanya” apakah begitu? tidak dihabis pikir setiap hari saya berlalu lalang mengitari Ibukota untuk melakukan aktivitas dan tanpa mengenal hari kepadatan itu tidak pernah libur.

          Kepadatan ini pada dasarnya didasari atas dasar keegoisan dan ketidak pedulianya terhadap Jakarta. Mengapa saya bisa mengatakan seperti itu? Berikut pendapat saya serta alasan saya dapat mengungkapi permasalahan ini.
Keegoisan manusia yang ingin selalu memenuhi hasrat ketidak puasanya selalu merajai pola berfikir masyarakat Jakarta. Masyarakat hanya memikirkan bagaimana dirinya sendiri tanpa memperdulikan dampak dari perilakunya terhadap masyarakat lain dan lingkungan. Bagaimana penataan kota bisa teratur jika saja ada satu pihak terkait yang ikut tinggal dalam suatu wilayah tersebut tidak ikut ambil tangan? Masyarakat selalu menyepelekan hal kecil yang mereka pikir itu tidak akan merubah apa-apa. Ambil contoh masalah sampah dan plastik.

          Sampah? Masyarakat sering sekali dengan sengaja tidak peduli dengan sampah. Padahal dengan sangat jelas, dengan satu tindakan kecil yang kita lakukan dampaknya sangat besar bagi lingkungan tempat ia tinggali. Sudah tersebar luas slogan-slogan dimana membicarakan tentang sampah, di koran, majalah, spanduk dijalan, didinding-dinding kota, diatas halte, iklan tv, dan juga internet. Apa usaha tersebut juga belum membuka mata hati masyarakat untuk mulai bergerak? Hanya mulai dari hal terkecil saja dampaknya sudah besar bagaimana ia bisa berbuat yang lebih dan juga mengajak orang lain untuk menanggulangi sampah dengan baik? Masyarakat banyak menggrutu “gimana mau mulai orang lain aja masih masabodoh”. Menunggu aksi orang lain dulu baru kita memulai dengan kata lain jika tidak ada yang memulai, kita juga ikut tidak memulai apa-apa? SALAH BESAR! Justru jika orang lain memulai, kita patut menjadi penggerak!.

          Dulu saya akui memang saya termasuk kedalam masyarakat kelompok “tidak peduli” tapi semenjak saya melihat banjir fenomenal tahunan di Jakarta saya mulai berfikir. Apa yang sudah saya dan teman-teman saya lakukan selama ini sehingga Jakarta seakan meluapkan emosinya dengan tingkah kami yang tidak peduli dengan nyawa kota ini? Tidakah kalian merasa banjir tersebut merupakan suatu teguran untuk bisa membenahi diri ini lalu dapat memperbaiki kota untuk kedepanya?. Saya pun mulai dengan hal kecil, mengantongi sampah jikalau saya belum menjumpai tempat sampah sehingga membuat hal tersebut sebagai salah satu kebiasaan. Lalu saya melanjutkan dengan mengurangi penggunaaan plastik dengan re-use dan recycle. Banyak saya jumpai dikantin dan ditempat makan dilingkungan saya biasa beraktivitas. Mereka membeli sesuatu dengan jumlah kecil dengan tanpa bersalah minta plastik untuk membawanya.. Tidakah mereka menyadari itu suatu perbuatan dimana akan memperbanyak volume sampah plastik di Jakarta? seperti yang kalian tau, plastik susah mengurai dan menyatu dengan tanah. Itu sebabnya mengapa plastik sangat tidak efisien sebenarnya untuk dijadikan suatu alat membawa barang pelanjaan. Seharusnya masyarakat peduli dengan lingkungan dan mengambil aksi dalam hal ini. Dalam belanja belilah tas belanja yang bisa berulang digunakan. Gunakan lah kertas khusus makanan disaat membeli makanan dalam jumlah kecil. Dengan itu, kalian sudah bisa membantu Jakarta berkembang tanpa kepadatan sampah.

          Menurut saya dalam hal ini gaya hidup manusia juga termasuk kedalam penyebab mengapa kepadatan di Indonesia bertambah setiap tahunya. Dalam era yang serba praktis dan serba modern ini manusia banyak yang manja dan maunya mementingkan diri sendiri. Apa yang dimaksud manja? begini, saya pernah mengamati suatu rumah yang dimana ditempati 5 anggota keluarga dan kelimanya memiliki mobil pribadi masing-masing satu. Maksudnya begini, untuk apasih punya 5? ini memang mungkin bukan urusan saya tapi kalo dilihat lagi dari segi kepadatan lalu lintas, apa ini tidak termasuk penyebab kepadatan lalu lintas? Jika saja ia tinggal dilingkungan yang kepadatan lalu lintasnya rendah sih tidak masalah, tapi ini dia tinggal di Jakarta. Jakarta setiap harinya saja kalo sudah lewat dari jam 4, macet total dimana-mana apaiya individu didalamnya gak mau berfikir dan buat perubahan?. Gunakanlah kendaraan umum, setidaknya tidak akan memperbesar volume kepadatan lalu lintas di Jakarta. Ini juga tugas pemerintah, menyediakan transportasi umum yang dapat dimanfaatkan banyak orang. Contohnya, untuk anak sekolahan buatlah bis-bis sekolah disetiap daerah dengan memiliki rute-rute yang sudah diatur dan benahilah fasilitas transportasi umum dengan menambah tingkat keamanan dan kenyamananya. Gausah mikir lah banyak mengeluarkan biaya toh ini negara demokrasi, dari rakyat untuk rakyat daripada uang disimpen-simpen malah dikorupsi lebih baik untuk membenahi Jakartabukan? ? :).

          Lalu dengan mementingkan diri sendiri, ini saya lebih menyindir pembisnis yang ada di Jakarta ya bukan maksud menyinggung tetapi jika saya melihat di Jakarta sedang banyak dibangun apartement disana-sini. Saya pernah menanyakan kepada pihak kementrian PU yang kebetulan pernah datang ke sekolah saya tentang pembangunan yang tidak terkontrol itu apa telah mendapat izin langsung dari pemerintah untuk membangun bangunan setelah melihat kurangnya resapan air yang ada di Jakarta setelah terjadi fenomena banjir beberapa bulan lalu. Mereka bilang tentu saja sudah tetapi dengan beberaapa syarat yang telah disetujui oleh pihak pembangunan. Terus saya bertanya lagi, apa iya mereka sudah benar menjalankan syarat-syarat yang diberikan pihak terkait untuk membangun sebuah bangunan? Ya kembali lagi, kenakalan para pembisnis yang inginya menang sendiri. Tanpa memperdulikan lingkungan ia lupa, tanah yang dimilikinya itu juga butuh vitamin. Cobalah menjadi seorang pembisnis yang juga memperkaya keindahan dan kesehatan lingkunganya. Tanam lah pohon di area bangunan, tanaman beneran jangan plastik. Rawatlah tanaman itu apalagi bangunan yang menggunakan banyak kaca… PERLU BANGET dikelilingi tumbuhan hijau biar mengurangi efek rumah kaca dan agar lingkungan didaerah sekitar ikutan asri, udaranya sejuk dari tanaman itu sendiri.

        Saya sih hanya memberikan pendapat dan sedang mencoba membuat perubahan sedini mungkin. Tidak bermaksud ingin menunjukkan gaya sok peduli tapi hanya ingin menjalankan semangat untuk membenahi Jakarta. Udah gak mau lagi hidup di Jakarta yang gini-gini aja. Emangnya untuk membenahi Jakarta cuma tugas pemerintah aja? Kalo kita bisa kenapa kita gak ikut serta? Membantu kinerja mereka juga bukan toh ini juga buat kita buat kenyamanan lingkungan hidup kita.

       Sadarkanlah dirimu dan mulai benahi Jakarta sebagaimana semestinya. Buat mata orang asing mengubah pola pikir mereka tentang Jakarta ibu kota yang ricuh polutan atau Jakarta yang riwet. Buatlah usaha kalian sendiri mulai dari yang terkecil lalu menjadi kebiasaan dan kalian bisa melakukan yang lebih dari itu.

AYO BUAT JAKARTA INDAH, IKUT SERTAKAN AKSIMU DALAM PEMBENAHAN JAKARTA BARU, JAKARTANYA ANAK MUDA!
                                                                                                                      
Nadia Gissma

Jakarta's Culinary

Berikut suasana malam sekitar pukul 8pm ditengah Ibu Kota Jakarta.
Di waktu itu, aku sedang menghabiskan waktu malam disuatu pusat kota sekitar kawasan Blok M. Aku beserta temanku sedang mencari kesenjangan melepas penat dari aktivitas-aktivitas yang telah kami lalui selama lima hari sebelumnya. Melepas penat itu perlu, untuk dapat memulihkan kembali energi untuk melanjutkan aktivitas diminggu berikutnya.

Kebetulan kami berada dikawasan yang serba memiliki berbagai macam kuliner yang mudah dijangkau dari tempat kami berada. Kami melihat sederetan penjual gulai yang memang sudah tenar namanya, gultik yang tepat berada di sekitar tikungan bulungan arah mahakam.

Kuliner satu ini memang sangat mudah dijangkau dan juga tak kalah terjangkau harganya. Cukup dengan
Rp.10.000 - Rp.15.000 untuk satu porsinya dan sudah termasuk dengan minum. Soal rasa, gulai ini memiliki cita rasa yang tidak kalah beda dengan gulai yang dijual didalam mall atau disebuah restoran besar yang memang menghadirkan menu gulai. Rasanya enak, karna itu deretan gultik ini selalu ramai dikunjungi oleh siapa saja dan dari kalangan apa saja. Ada sekitar 6-8 angkringan yang menjual gulai, jadi tidak perlu takut untuk kehabisan.
Kalian pasti berfikir tempatnya yang terbuka dan terletak dipusat kota sama dengan kalian makan gulai dicampur dengan menghirup asap karbon dioksida dan ditemani dengan kebisingan lalu lintas bukan? sayang sekali jika kalian berfikir seperti itu, mungkin kalian harus merasakan langsung.

Letaknya memang ada ditengah-tengah kota yang sudah jelas pemandangan langsungnya adalah kepadatan lalu lintas yang terjadi. Tetapi karna letaknya yang berada dibawah dan dikellilingi pohon-pohon besar membuat suasana dingin alami tersendiri. Masalah kebisingan memang sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari suasan bisingnya lalu lintas disekitar jalan itu,tetapi biasanya ada beberapa pengamen yang tidak lain seperti seorang sinden jawa yang juga membawa alat petik khasnya menyanyikan tembang-tembang jawa seakan menyempurnakan suasana dengan mengundang sedikit ketenangan.

Kita harus bangga, Indonesia memiliki kuliner satu ini. Digemari banyak orang hingga turis-turis yang tidak sengaja lewat pun ikut mencicipi enaknya gulai daging dengan bumbu rempah-rempah khas tanah air.
Chanel